Sifat Kimia dan Anatomi Bambu Sebagai Detektor Nilai Kearifan Tradisional Pemanenan Buluh Berbasis Kalender Pranoto Mongso

Sifat Kimia dan Anatomi Bambu Sebagai Detektor Nilai Kearifan Tradisional Pemanenan Buluh Berbasis Kalender Pranoto Mongso

WhatsApp
Twitter
Facebook
Telegram
Picture of Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.

Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.

Perintis dan Pengembang Kajian Kayu Budaya Nusantara

Pengantar

Naskah ini secara utuh mencakup enam sub bab, yaitu: Buluh bambooSifat Kimia Penyusun BuluhSifat AnatomiEkofisiologi TetumbuhanPranoto Mongso, dan Pemilihan Waktu Penebangan Bambu. Sebagaimana telah disebutkan di dalam Prakata pada unggahan pertama, bahwa naskah dengan judul ini akan diunggah secara bertahap dalam dua tahapan pengunggahan di dalam website Barahmus.

Pengunggahan pertama telah dilakukan yang menampilkan sub-bab Buluh bambooSifat Kimia Penyusun BuluhSifat Anatomi, dan Ekofisiologi. Sementara itu, pengunggahan tahapan kedua akan menampilkan sub-bab Pranoto Mongso dan Pemilihan Waktu Penebangan Bambu serta diakhiri dengan Kesimpulan. Pengunggahan naskah pada tahapan kedua disajikan sebagai berikut.

Pranoto Mongso

Pranoto Mongso secara harafiah dapat diartikan dengan terma “Pranata Musim“. Dalam konteks ini, di dalam lini waktu setahun itu dipahami terdapat periodisasi dalam hal sifat iklim, sehingga dipastikan ada karakter bulan-bulan yang didominasi oleh kondisi iklim yang khas. Ada empat kelompok masa karakter iklim di dalam durasi waktu satu tahun. Dengan demikian, di dalam kalender pertanian Pranoto Mongso itu terdapat empat triwulan, yakni satuan masa yang masing-masing berdurasi tiga bulan. Keempat kelompok masa triwulan ini secara berurutan dinamakan masa-masa: KetigoLabuhRendeng, dan Mareng.

Secara berurutan, masing-masing masa ini diliputi oleh iklim yang didominasi dengan kondisi udara yang: keringsetengah keringbasah, dan setengah basah. Dengan demikian, masa Ketigo adalah musim kemarau. Sebaliknya, masa Rendeng adalah musim penghujan, sementara itu, masa Labuh adalah masa transisi dari musim kemarau ke musim penghujan, sedangkan masa Mareng merupakan masa transisi dari musim penghujan ke musim kemarau.

Oleh karena setiap kelompok musim ini berdurasi triwulan, maka masing-masing kelompok musim ini mencakup tiga bulan. Nama masing-masing bulan dalam siklus satu tahun ditentukan berdasarkan urutan ordinal dalam bahasa Jawa. Oleh karena itu, masing-masing bulan itu secara berurutan disebut: KasaKaroKatigoKapat, KalimoKanemKapituKawoluKasongoKasapuluh Desto, dan Sodho.

Sebagaimana diketahui, bahwa dunia internasional sejak tahun 1582 Masehi menerapkan kalender Gregorian. Kalender ini dikenal dengan nama kalender Masehi. Kalender Gregorian adalah kalender yang disusun oleh Paus Gregorius XIII sebagai hasil revisi terhadap kalender Julian, yakni kalender yang disusun oleh Jenderal Julius Caesar.

Apabila kalender Pranoto Mongso ini dikelindungkan pada Kalender Gregorian, maka wujud proyeksi masing-masing bulan beserta jumlah harinya dapat disajikan sebagai berikut:

  • Kasa: 22 Juni s.d 1 Agustus (41 hari)
  • Karo: 2 s.d 24 Agustus (23 hari)
  • Katigo: 25 Agustus s.d 17 September (24 hari)
  • Kapat: 18 September s.d 12 Oktober (25 hari)
  • Kalimo: 13 Oktober s.d 8 November (27 hari)
  • Kanem: 9 November s.d 21 Desember (43 hari)
  • Kapitu: 22 Desember s.d 2 Februari (43 hari)
  • Kawolu: 3 s.d 28 atau 29 Februari (26 atau 27 hari)
  • Kasongo: 1 s.d 25 Maret (25 hari)
  • Kasapuluh: 26 Maret s.d 18 April (24 hari)
  • Desto: 19 April s.d 11 Mei (23 hari)
  • Sodho: 12 Mei s.d 21 Juni (41 hari)

Kondisi iklim yang berbeda pada setiap periode waktu ini membawa konsekuensi fisiologis yang berbeda-beda pula. Pada musim penghujanair tersedia dalam jumlah berlimpah. Hal ini mengakibatkan proses fotosintesis itu berlangsung sangat intensif dan sangat tinggi sehingga produktivitas karbohidrat atau pati juga sangat banyak. Jumlah produksi karbohidrat yang sangat banyak ini melampaui jumlah karbohidrat yang dikonsumsi untuk melakukan proses fisiologi sintesis. Oleh karena itu, terdapat kelebihan dalam hal jumlah karbohidrat. Kelebihan karbohidrat ini kemudian disimpan dalam wujud pati di dalam “lumbung” pada badan fisik buluh bambuLumbung penyimpan pati ini adalah jaringan parenkim. Dengan demikian, simpanan pati dalam “lumbung” sangat banyak jumlahnya. Kondisi sebaliknya terjadi pada musim kemarau. Pada musim ini, produktivitas fotosintesis adalah rendah sehingga produksi karbohidrat juga rendah. Jumlah produksi karbohidrat ini lebih rendah daripada jumlah karbohidrat yang diperlukan dalam proses sintesis selanjutnya. Kekurangannya diambil dari cadangan karbohidrat yang tersimpan di dalam jaringan parenkim. Mekanisme pengambilan ini mengakibatkan jumlah simpanan pati di dalam “lumbung” jaringan parenkim menjadi sangat rendah.

Deskripsi scientific proses fisiologi vegetasi bamboo yang demikian ini bergayut dengan kearifan budaya tradisional khususnya tentang pemilihan waktu penebangan bamboo. Uraiannya disajikan dalam sub bab berikut.

Kearifan Budaya Tradisional Pemilihan Waktu Penebangan

Para Leluhur masyarakat Jawa mengamati fenomena alam yang berkait dengan pemilihan waktu tebang dan tingkat keawetan bambu. Berdasarkan pengamatan yang berlangsung selama berabad-abad dan sikap mempersepsi secara “titen” terhadap tanda-tanda jaman yang berkait dengan fenomena alam itu, maka para leluhur telah merumuskan suatu tindakan, yakni pemilihan waktu untuk menebang bambu. Para leluhur menetapkan bahwa waktu tebang bambu adalah pada bulan Desto, yakni antara 19 April s.d 11 Mei. Dengan demikian, maka proses penebangan bambu dilakukan pada saat akan mendekati musim kemarau.

Penebangan bamboo pada bulan Desto yang bersuasana mendekati musim kemarau ini, maka ketersediaan air sangat sedikit. Oleh karenanya, maka fotosintesis berlangsung sangat terbatas dan ketersediaan sinar matahari yang juga tidak berlimpah. Hal ini mengakibatkan produksi karbohidrat sangat sedikit jumlahnya. Jumlah produksi dalam proses fotosintesis ini lebih kecil daripada jumlah karbohidrat yang diperlukan untuk menyelenggarakan proses fisiologis lainnya sehingga mengalami defisit karbohidratDefisiensi karbohidrat ini diambil dari “lumbung karbohidrat“, yakni jaringan parenkim. Pengambilan ini mengakibatkan “lumbung karbohidrat” ini dalam kondisi kosong. Sementara itu, karbohidrat merupakan makanan yang diperlukan oleh serangga berjenis kumbang-bubuk yang disebut Thotor atau Theter atau Dinoderus minutus. Oleh karena itu, kumbang bubuk tidak berminat untuk menggigit dinding keras bambu dalam rangka mencari makanan yang terkandung di dalam buluh bambu.

Mekanisme sebab akibat ini menyebabkan bambu menjadi awet dalam proses pemanfaatannya.

Penelitian terhadap pemilihan bulan dalam siklus kalender Pranoto Mongso untuk melakukan penebangan terhadap bambu pernah dilakukan oleh Subyanto (1976). Dalam penelitian ini, buluh bambu ditebang pada setiap bulan yang berbeda, yakni berturut-turut dari bulan Kaso sampai dengan Sadha. Masing-masing buluh itu kemudian diukur jumlah karbohidrat (pati) yang dikandung di dalam buluh. Hasil penelitian mendapatkan kenyataan bahwa penebangan bulan Desto atau Sadha menghasilkan kadar yang rendah, sedangkan pada bulan Kalima dan Kanem menghasilkan kadar pati yang tinggi. Bulan Desto atau Sadha disebut Mongso Tuwo (Masa Tua), sedangkan bulan Kalima dan Kanem disebut Mongos Nom (Masa Muda).

Kesimpulan

Enam butir kesimpulan disajikan sebagai berikut.

  1. Sifat dasar bambu antara lain sifat kimia dan sifat anatomiSifat kimia mencakup pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesisJumlah karbohidrat yang dihasilkan dalam proses fotosintesis bervariasi bergantung pada ketersediaan air dan sinar matahari. Ketersediaan air dan sinar ini bervariasi mengikuti kondisi iklim.
  2. Kondisi iklim berubah-ubah mengikuti perjalanan waktu yang bergulir secara siklis dalam waktu satu tahun. Pada ranah dunia pertanian, perjalanan waktu dirumuskan dalam wujud kalender Pranoto Mongso yang terdiri atas dua belas bulan.
  3. Masing-masing bulan dalam kalender Pranoto Mongso mengkarakterkan jumlah yang bervariasi dalam hal karbohidrat yang dikandung di dalam jaringan parenkim buluh bambu.
  4. Pemilihan waktu untuk menebang Bambu pada bulan Desto merupakan wujud kearifan tradisional masyarakatBambu yang ditebang pada bulan Desto menghasilkan buluh yang jumlah karbohidrat yang dikandungnya itu sangat rendah.
  5. Karbohidrat merupakan bahan pangan bagi serangga kumbang-bubukBuluh bambu yang rendah kadar karbohidrat tidak menarik bagi kumbang bubukKumbang-bubuk tidak berminat untuk menggigit bambu dalam rangka mencari makanan. Buluh bambu menjadi lebih awet.
  6. Kebenaran kearifan tradisional dalam hal memilih masa tebang bambu merupakan hal yang tepat yang ketepatannya dapat divalidasi secara akademis.
 

Daftar Pustaka

Suranto, Y., 1986.
Pengujian Beberapa Sifat Anatomi, Fisika dan Mekanika Bambu. Skripsi. Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Subiyanto, 1976.
Pengaruh Bulan Pemotongan terhadap Seranga Kumbang Bubuk pada Beberapa Jenis
Bambu di Yogyakarta. Skripsi. Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.