Sifat Fisika Bambu Dan Pemanfaatannya  Sebagai Alat Musik Kesenian Tradisional

Sifat Fisika Bambu Dan Pemanfaatannya  Sebagai Alat Musik Kesenian Tradisional

WhatsApp
Twitter
Facebook
Telegram
Picture of Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.

Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.

Perintis dan Pengembang Kajian Kayu Budaya Nusantara

Pengantar
Naskah yang lalu menyajikan topik sifat kimia dan anatomi Bambu dalam kaitannya dengan pemilihan waktu penebangan berbasis kalender Pranoto Mongso. Topik yang disajikan saat ini adalah Sifat fisika Bambu dalam kaitannya dengan pemanfaatan secara tradisi. Sifat fisika meliputi mencakup 8 aspek yaitu sifat-sifat: kadar air, berat jenis dan kerapatan, stabilisasi dimensi atau kembang susut, sifat akustik, sifat keterapungan, sifat penghantaran panas, sifat penghantaran arus listrik, serta warna dan rona. Oleh karena cukup banyaknya muatan sifat fisika dan pemanfaatannya secara tradisi, maka topik ini disajikan dalam dua tahap penyajian.

Dalam naskah pertama ini, akan disajikan 4 karakter sifat fisika bambu, yaitu: kadar air, berat jenis, stabilitas dimensi, dan sifat akustik. Empat karakter ini disertai dengan wujud pemanfaatannya secara tradisional, yakni sebagai alat musik pada seni musik Nusantara. Empat karakter berikutnya akan disajikan pada penyajian kedua, yaitu sifat keterapungan, sifat penghantaran arus listrik, sifat penghantaran panas, Uraian naskah pertama akan disajikan sebagai berikut.

Sifat Fisika Bambu dan Keragamannya
Sifat fisika di sini meliputi kadar air, berat jenis dan kerapatan, kestabilan dimensi, dan sifat akustik. Uraian terhadap masing-masing sifat ini disajikan sebagai berikut.

Pertama adalah Sifat kadar air.
Kadar air adalah persentase berat air yang dikandung oleh bambu terhadap berat murni buluh bambu yang telah terbebas sepenuhnya dari keberadaan air di dalam buluh tersebut. Kadar air menjadi indikator jumlah air yang dikandung oleh bambu. Semakin banyak air yang dikandung oleh bambu, maka kadar airnya semakin tinggi. Saat baru saja ditebang, maka kadar air buluh bambu sangat tinggi. Setelah mengalami proses pengeringan, maka kadar air buluh bambu menjadi rendah. Kadar air bervariasi antara 150% pada saat baru ditebang dan terus menurun menjadi 14% pada saat telah mengalami pengeringan secara alami selama durasi waktu yang panjang. Dengan demikian, maka ada status bambu basah dan bambu kering serta bambu dalam kondisi titik jenuh serat (TJS). Kadar air 25 sampai dengan 30% merupakan kondisi bambu dalam kondisi TJS.

Sifat kedua adalah Berat jenis.
Berat jenis dan kerapatan merupakan dua terma yang tak terpisahkan. Keduanya mengindikasikan tentang tingkat kepadatan buluh bambu. Berat jenis adalah nilai yang diperoleh saat membandingkan antara berat buluh bambu terhadap volume bambu tersebut. Pembandingan ini dilakukan dengan menyebutkan kondisi kadar air bambu tersebut. Misalnya, berat jenis bambu pada kadar air 20%. Oleh karena pembandingan ini, maka berat jenis memiliki satuan, yakni gram/cm³ atau kg/m³. Sementara itu, kerapatan adalah perbandingan antara berat jenis buluh bambu dan berat jenis air murni (aquadest). Oleh karena pembandingan atau pembagian antar berat jenis bambu dan berat jenis air, maka nilai kerapatan bambu itu tidak memiliki satuan. Berat jenis bambu berisar antara 0,6 sampai dengan 0,9 gram/cm³.

Ketiga adalah stabilitas dimensi.
Stabilitas dimensi bambu menggambarkan tentang derajat tinggi rendahnya dimensi penyusutan atau pengembangan bambu. Sifat penyusutan adalah pengurangan dimensi buluh pada saat buluh ini mengeluarkan atau melepaskan air. Sifat pengembangan adalah sifat pemuaian dimensi buluh pada saat buluh ini menyerap air. Pada saat bambu basah itu mengalami proses pengeringan, maka dimensi bambu akan menyusut atau menurun. Sebaliknya, pada saat bambu kering itu menyerap air, maka penyerapan ini akan disertai dengan penambahan dimensi fisik buluh bambu tersebut. Besarnya nilai penyusutan atau pengembangan dimensi ini berbeda-beda bergantung pada arahnya. Ada tiga arah sumbu, yakni tangensial, radial, dan longitudinal. Arah tangensial adalah arah melingkar pada dinding buluh bambu. Arah radial adalah arah tegak lurus antara dinding luar dan dinding dalam buluh bambu. Arah longitudinal adalah arah garis penghubung titik pada akar bambu atau pangkal buluh dan titik pada pucuk buluh bambu. Stabilitas dimensi menggambarkan besarnya derajat deviasi antara dimensi buluh itu saat mengembang dan saat menyusut. Apabila deviasinya besar, maka dikatakan derajat stabilitas dimensinya adalah rendah. Sebaliknya, apabila deviasinya kecil, maka dikatakan derajat stabilitas dimensinya adalah tinggi. Nilai stabilitas juga diturunkan dari perbandingan antara penyusutan arah radial dan arah tangensial. Semakin seimbang antara penyusutan radial dan penyusutan tangensial, maka buluh tersebut dikategorikan sebagai buluh yang memiliki tingkat stabilitas yang tinggi.

Keempat adalah Sifat Akustik.
Sifat akustik berkait dengan suara dan pola pergerakannya dalam ruang. Suara merupakan fenomena yang terjadi ketika suatu benda itu bergetar atau bervibrasi sedemikian rupa sehingga menghasilkan resonansi gelombang suara. Gelombang suara merambat melalui suatu benda sebagai media perambatan. Benda sebagai media dapat berwujud udara, air, atau benda padat. Oleh karena itu, sifat akustik berkait erat dengan ilmu vibrasi dan resonansi.
Vibrasi adalah getaran yang terjadi pada suatu benda. Getaran dapat disebabkan oleh berbagai gaya, antara lain pergerakan dan tekanan atau gaya lainnya. Vibrasi dapat memiliki frekuensi dan amplitudo yang berbeda-beda, tergantung pada sifat benda dan gaya yang bekerja pada benda itu. Sementara itu, Resonansi adalah fenomena yang terjadi ketika suatu benda bergetar pada frekuensi alaminya. Frekuensi alami ditentukan sifat fisik benda dan berkait dengan dimensi panjang, lebar, dan ketebalan benda itu.

Ketika suatu benda bergetar pada frekuensi resonansinya, maka energi getaran akan meningkat secara signifikan, sehingga menyebabkan getaran menjadi lebih kuat dan stabil. Ketika frekuensi vibrasi sesuai dengan frekuensi resonansi ruang, maka terjadi resonansi memperkuat suara. Resonansi mempengaruhi kualitas suara seperti nada, timbre, dan intensitas. Oleh karena itu, keseimbangan antara vibrasi dan resonansi sangat penting untuk menghasilkan suara yang harmonis dan merdu.

Sifat akustik mencakup berbagai aspek, yakni sifat-sifat dasar suara dan perambatan suara. Sifat dasar suara mencakup amplitudo, frekuensi, dan fase. Amplitudo merupakan ukuran tentang tingkat getaran suara atau kekuatan suara. Semakin besar amplitudo, semakin keras suara yang dihasilkan. Frekuensi merupakan ukuran tentang jumlah getaran suara yang dihasilkan dalam satu detik. Frekuensi diukur dalam satuan hertz (Hz). Frekuensi suara yang tinggi akan terdengar lebih nyaring daripada frekuensi yang rendah. Fase mengacu pada posisi suara dalam siklus getaran.

Sifat akustik yang penting meliputi lima aspek, yaitu Transmisi suara, Kedengungan, Waktu kedengungan, Absorpsi suara, serta Kualitas suara. Transmisi suara yakni Kemampuan suara untuk melewati bahan atau objek. Kedengungan adalah Efek suara yang berulang-ulang karena pantulan. Waktu kedengungan (Reverberation Time): Lamanya waktu suara bertahan setelah sumber suara dihentikan. Absorpsi suara adalah kemampuan bahan untuk menyerap suara. Kualitas suara berkait dengan suara yang dihasilkan oleh suatu ruangan atau objek.

Keberagaman Sifat Fisika Buluh
Sifat fisika bambu itu beragam, baik sifat kadar air, berat jenis, stabilitas dimensi serta sifat akustik. Keberagaman ini bersumber dari jenis bambu, umur bambu, tempat tumbuh bambu, waktu penebangan, posisi buluh dalam batang dan proses pengolahan bambu. Hal ini berarti bahwa jenis bambu yang berbeda akan memiliki sifat fisika yang berbeda pula. Sifat fisika juga berbeda bila buluh ditebang pada umur yang berbeda, meski jenis bambunya sama. Sifat fisika juga berbeda bila buluh itu berasal dari tempat tumbuh yang berbeda, meski jenis bambunya sama dan ditebang pada umur yang sama pula. Bahkan sifat fisika ini juga berbeda pada buluh yang posisinya berbeda di dalam satu batang bambu, meski jenis dan umur serta tempat tumbuh bambunya sama. Buluh pada bagian pangkal, bagian tengah dan bagian ujung batang memiliki sifat fisika yang berbeda.

Sifat Fisik dan Akustik Bambu
Buluh bambu sebagai benda padat yang berbentuk silinder yang berrongga pada bagian dalamnya dan berisi udara ini merupakan material yang memiliki sifat fisik dan akustik sangat bagus. Sifat Fisik Akustik bambu meliputi Panjang dan Diameter, Ketebalan dinding, dan struktur ruang. Panjang dan diameter buluh bambu mempengaruhi frekuensi resonansi dan kualitas suara. Ketebalan dinding buluh bambu mempengaruhi kekuatan dan kejernihan suara. Struktur Ruang yang berisi udara di dalam buluh berfungsi sebagai resonator dan memperkuat suara. Perpaduan antara sifat fisik dan sifat akustik ini menyebabkan buluh bambu berstatus sebagai bahan pembuatan alat musik. Perpaduan antara udara dan benda padat dengan sifat kimia, sifat anatomi dan sifat fisika ini sangat mendukung terhadap sifat akustiknya yang berkualitas tinggi.

Sifat Akustik berkualitas tinggi pada buluh bambu didukung oleh empat kemampuannya yang sangat bagus dalam hal, yakni resonansi frekuensi, kemampuan menghasilkan getaran, kemampuan menghasilkan suara, dan kemampuan menghasilkan harmonisa. Masing-masing kemampuan ini didiskripsikan sebagai berikut. Dalam hal resonansi frekuensi, terbukti buluh bambu memiliki resonansi frekuensi tertentu yang dapat memperkuat suara pada frekuensi tersebut. Dalam hal kemampuan menghasilkan getaran terbukti bahwa buluh bambu dapat menghasilkan getaran yang kuat ketika dipukul atau ditiup, sehingga dapat memproduksi suara yang lebih keras dan jernih. Dalam hal kemampuan menghasilkan suara, ternyata bahwa buluh bambu dapat menghasilkan suara yang unik dan merdu ketika ditiup atau dipukul. Hal ini disebabkan oleh struktur ruang hampa di dalam buluh bambu yang berfungsi sebagai resonator. Sementara itu, dalam hal kemampuan menghasilkan harmonisa terbukti bahwa buluh bambu dapat menghasilkan harmonisa yang kaya dan kompleks karena struktur ruang hampa di dalamnya.

Pemanfaatan Bambu sebagai alat musik Berbasis Tradisi
Pemanfaatan berbasis kearifan tradisi terhadap buluh bambu untuk menciptakan berbagai jenis alat musik tradisional merupakan salah satu warisan budaya yang sangat kaya di kawasan nusantara yang mencakup berbagai etnik, antara lain etnik Sunda, Jawa, Bali, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Talaut serta Maluku. Alat-alat musik tradisional tersebut ada yang berbasis pada tiupan antara lain seruling, calung, kul-kul, sopi, pa’iris. Ada yang berbasis pukulan sebagai elemen perkusi antara lain angklung, calung, gambang dan ketongan serta gender. Untuk mendiskripsikan mekanisme vibrasi, resonansi dan produksi suara pada alat musik, maka disajikan dua jenis alat musik, yaitu seruling dan angklung. Seruling mewakili alat musis berbasis tiupan sedangkan angklung mewakili alat musik berbasis pukulan. Masing masing disajikan sebagai berikut.

Pada seruling, maka vibrasi dihasilkan oleh getaran udara yang dihasilkan dari sumbernya, yakni ketika pemain meniupkan udara ke dalam lubang seruling. Getaran udara tersebut kemudian menggetarkan bibir seruling, yang menyebabkan terjadinya vibrasi. Frekuensi vibrasinya dapat diatur dengan mengubah posisi jari pada lubang seruling, sehingga mengubah panjang kolom udara yang dilewati getaran dan frekuensi getaran tersebut. Dalam konteks Resonansi, maka ruang resonansi yang berupa kolom udara di dalam rongga seruling itu. Ruang ini berfungsi sebagai penguat getaran. Ketika frekuensi vibrasi bersesuaian dengan frekuensi resonansi ruang, makan terjadi resonansi. Resonansi ini memperkuat suara yang dihasilkan. Resonansi berpengaruh terhadap kualitas suara, baik dalam hal nada, timbre, dan intensitas. Dengan demikian, vibrasi dan resonansi itu saling berinteraksi dan menghasilkan suara yang kaya dan berkualitas. Keseimbangan antara vibrasi dan resonansi sangat penting dalam rangka menghasilkan suara yang harmonis dan merdu. Untuk mencapai hal itu, maka pemain seruling harus menguasai teknik permainan yang tepat sehingga menghasilkan vibrasi dan resonansi yang optimal. Pengaturan jari yang tepat untuk menghasilkan frekuensi vibrasi yang sesuai dan kontrol napas yang baik oleh sang pemain ini sangat penting untuk menghasilkan vibrasi yang stabil.

Pada angklung yang berkait dengan aspek vibrasi, maka vibrasi dihasilkan oleh sumber getaran bambu yang terjadi ketika pemain menggoyangkan atau memukul angklung tersebut. Getaran bambu tersebut kemudian menggetarkan udara di sekitarnya, sehingga menghasilkan suara. Frekuensi vibrasi diatur melalui penetapan dimensi atau ukuran, bentuk, dan ketebalan bambu pendukung setiap unit angklung. Dalam konteks Resonansi maka setiap unit Angklung memiliki ruang resonansi yang berupa rongga bambu dan ruang udara di sekitarnya. Ketika frekuensi vibrasi bersesuaian dengan frekuensi resonansi ruang, maka terjadi resonansi yang memperkuat suara. Resonansi pada angklung berpengaruh terhadap kualitas suara, baik dalam hal nada, timbre, dan intensitas. Kualitas suara ditentukan oleh ketepatan ukuran bambu yang bersesuaian dengan nada yang diinginkan, teknik pemukulan yang tepat untuk menghasilkan vibrasi yang stabil.

Baik pada seruling maupun angklung, maka pemilihan jenis bambu dan dimensi serta kualitasnya yang baik itu merupakan faktor utama untuk menghasilkan suara yang merdu. Oleh karena itu, pemilihan jenis bambu dan dimensinya merupakan langkah yang sangat penting dalam penyediaan bahan alat musik tradisional ini.

Jenis-Jenis Bambu sebagai Bahan Pembuatan Alat Musik
Beberapa jenis bambu yang sering digunakan untuk membuat alat musik tradisional adalah:

  1. Bambu Tamiang (Schizostachyum zollingeri) dan Bambu Tamiang/Kuning (Bambusa tulda),
  2. Bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacea),
  3. Bambu Tali (Gigantochloa apus),
  4. Bambu Gombong (Gigantochloa verticillata),
  5. Bambu Betung (Dendrocalamus asper),
  6. Bambu Ampel (Bambusa vulgaris),
  7. Bambu Apus (Gigantochloa apus),
  8. Bambu Tutul (Gigantochloa tutul).

Seruling dibuat dari Bambu Tamiang, Bambu Wulung, Bambu Gombong, dan Bambu Ampel, terutama dari bagian ujung buluh. Angklung dibuat dari Bambu Wulung dan Bambu Gombong. Calung dibuat dari Bambu Wulung. Kentongan dibuat dari Bambu Gombong dan Bambu Betung.

Setiap jenis bambu dipilih berdasarkan tiga hal, yaitu:

  1. Karakteristik suara yang dihasilkan dalam hal kejernihan dan kehalusan,
  2. Keawetan bambu, dan
  3. Kemudahan pengolahan sesuai dengan jenis alat musik.

Kepiawaian Nenek Moyang Nusantara
Nenek moyang etnik di Nusantara sangat piawai dalam memanfaatkan secara tradisional bambu sebagai bahan untuk membuat alat musik. Kepiawaian ini menyertai kehebatan dan kearifan tradisional mereka dalam bermusik. Para pemusik tradisional piawai membuat dan memainkan berbagai alat musik berbahan bambu untuk menghasilkan suara yang merdu. Suara merdu memiliki efek psikologis yang berpengaruh positif terhadap manusia dan lingkungannya, sehingga menciptakan rasa dan suasana yang damai, tenteram, indah, dan mempesona.

Kesimpulan
Bambu memiliki sifat fisik dan sifat fisika yang sangat baik sebagai bahan untuk membuat alat musik tradisional. Nenek moyang etnik Nusantara memiliki kepiawaian dalam membuat beragam alat musik berdasarkan kearifan tradisionalnya. Kepiawaian ini menyertai kehebatan dan kearifan tradisional dalam bermusik, sehingga menghasilkan suara yang merdu. Kemerduan suara memiliki efek psikologis yang berpengaruh positif terhadap manusia dan lingkungannya, sehingga menciptakan rasa dan suasana yang indah, mempesona, tenteram, dan damai.

Daftar Pustaka
Anonim. 2023. Pengertian akustik. https://geograf.id/jelaskan/pengertian-akustik/. Revisi terakhir 16 September 2023. Diakses pada 16 November 2024.

Anonim. 2024. Akustika. https://id.wikipedia.org/wiki/Akustika. Revisi terakhir 10 Oktober 2024. Diakses pada 16 November 2024.

Anonim. 2024. Bamboo. https://en.wikipedia.org/wiki/Bamboo. Last edited on 2 November 2024, at 04:13 (UTC). Diakses pada 16 November 2024.