
oleh Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.
Perintis dan Pengembang Kajian Kayu Budaya Nusantara
Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara merupakan terminologi baru yang dikreasi oleh penulis. Terminologi ini jelas terdiri atas dua terma, yaitu (1) Kayu Budaya dan (2) Kebudayaan Kayu Nusantara. Kedua terma itu bersifat menyatu dan bersatu serta tidak terpisahkan antara terma yang satu terhadap yang lain. Kebersamaan dan kebersatuannya dapat diibaratkan sebagaimana kebersatuan dua sisi pada satu keping mata uang. Oleh karena terminologi ini merupakan kreasi penulis, maka penulis akan menyertakan etimologi untuk menjelaskan tentang asal usul di dalam proses kreatif pembentukan terminologi tersebut. Penjelasan etimologis ini akan dimulai dari terma yang pertama, kemudian baru akan diikuti oleh terma kedua sebagai berikut.
Secara etimologis, terma pertama terbentuk atas dua kata, yakni kata “Kayu” dan kata “Budaya”. Secara sintaksis, terma pertama ini berintikan pada kata “Kayu” sebagai kata pokok yang utama, sedangkan kata “Budaya” berperan sebagai predikat yang memberi penjelasan dan keterangan terhadap kata utama. Di dalam konteks ini, kata “Kayu” dipahami sebagai produk yang dihasilkan dari seluruh tetumbuhan berkayu, terutama dari tetumbuhan yang berhagitus pepohonan. Sementara itu, kata “Budaya” yang berstatus sebagai predikat ini memberi penjelasan bahwa Kayu tersebut diarahkan fungsinya pada arah dan ranah budaya. Dengan demikian, maka terma “Kayu Budaya” dimaksudkan untuk memberi batasan tentang kayu, yakni kayu yang digunakan sebagai material budaya.
Sebagaimana telah disajikan, bahwa terma kedua adalah “Kebudayaan Kayu Nusantara”. Terma ini terbentuk atas tiga kata, yakni kata “Kebudayaan”, kata “Kayu” dan kata “Nusantara”. Secara sintaksis, terma kedua ini berintikan pada kata “Kebudayaan” sebagai kata pokok yang utama, sedangkan kata “Kayu” berperan sebagai predikat pertama dan kata “Nusantara” sebagai predikat kedua. Kedua predikat ini memberi penjelasan dan keterangan terhadap kata utama yakni “Kebudayaan”. Di dalam konteks ini, kata “Kebudayaan” dipahami sebagai himpunan pengetahuan, pola pikir, akal, budi, pekerti, nilai-nilai, etika dan moral, keyakinan, sikap hidup, pandangan hidup, perilaku, tindakan, dan tujuan hidup. Pada galibnya, Kebudayaan adalah pola pikir, pola sikap, pola perilaku dan pola tindakan di dalam menjalani kehidupan yang mengada dalam diri manusia sebagai anggota kelompok sosial. Kebudayaan terekspresikan dalam wujud adat istiadat yang mengada pada suatu kelompok etnik. Sementara itu, kata “Kayu” yang berstatus sebagai predikat pertama ini memberi penjelasan bahwa Kebudayaan tersebut berkait dengan kayu dan diarahkan dalam rangka keberinteraksiannya dengan kayu. Dengan demikian, kayu tersebut berstatus sebagai bahan atau material. Giliran berikutnya adalah kata “Nusantara”. Kata Nusantara yang berstatus sebagai predikat kedua ini memberi penjelasan tentang lawas atau ruang lingkup yang menunjuk pada suatu kawasan atau wilayah geografis tertentu. Dengan predikat yang kedua ini, maka yang dimaksud dengan “Kebudayaan” tersebut adalah kebudayaan yang mengada dan berlokasikan pada suatu wilayah geografis yang disebut Nusantara.
Melalui penjelasan berbasiskan pada etimologi ini, penulis berharap bahwa para pembaca dapat memahami tentang terminologi Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara. Di samping itu, penulis juga berharap bahwa para pembaca mulai dapat membayangkan cakupan dan isi pengetahuan dan ilmu yang dikandung di dalam terminologi tersebut.
Setelah memaparkan tentang terminologi dan lawas Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara, penulis berusaha untuk mengungkapkan banyak keunggulan yang dimiliki oleh Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara. Ungkapannya disajikan sebagai berikut.
Kita semua memahami bahwa Nusantara menunjuk pada suatu Kawasan yang membentang amat sangat luas. Dalam penelusuran mengikuti arah barat ke timur pada garis lintang, maka bentangan Kawasan ini berawal dari kota Sabang di Pulau Sumatera sampai dengan kota Merauke di Pulau Papua. Sementara itu, dalam penelusuran mengikuti arah dari utara ke selatan pada garis bujur, bentangan ini berawal dari pulau Miangas di Kepulauan Talaut sampai dengan pulau Rote di Kawasan Nusa Tenggara Timur. Dengan menunjuk pada keempat titik terluar masing-masing pada posisi terbarat, tertimur, terutara dan terselatan itu, siapa pun dapat membayangkan betapa sangat luasnya kawasan Nusantara itu.
Jelaslah bahwa Kawasan Nusantara merupakan kawasan yang amat sangat kaya dan sangat istimewa. Keistimewaan ini beraras baik dalam hal Kayu Budaya maupun dalam hal Kebudayaan Kayu. Dalam hal kayu budaya, Kawasan Nusantara memiliki tingkat kekayaan yang sangat melimpah dibandingkan dengan kawasan mana pun di berbagai belahan bumi ini, bahkan tingkat kekayaan kayu budaya ini menempati posisi urutan yang ketiga di dunia. Oleh karena kondisi yang amat sangat kaya itu, maka Kawasan Nusantara disebut sebagai megadiversity kayu budaya. Sementara itu, kondisi yang amat sangat kaya dan sangat istimewa pada kawasan Nusantara dalam hal kebudayaan kayu akan disajikan pada alinea berikut.
Dalam hal kebudayaan kayu, Kawasan Nusantara memiliki tingkat kekayaan yang sangat banyak dan sangat beragam dibandingkan dengan kebudayaan kayu yang mengada pada kawasan mana pun di berbagai belahan bumi ini. Status yang demikian ini disebabkan oleh karena Kawasan Nusantara menjadi tempat bagi hidup, tumbuh dan berkembangnya berbagai suku atau etnik. Berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Biro Pusat Statistik Republik Indonesia, Kawasan Nusantara ini menjadi tempah tinggal bagi 1.340 etnik atau suku bangsa dalam rangka menjalani dan mengolah hidup kesehariannya. Pola hidup dan tata cara menjalani kehidupan bagi masing-masing etnik ini sudah tentu diwujudkan berdasarkan pada kebudayaan khas yang dimiliki oleh masing-masing etnik yang tercakup. Kebudayaan khas yang mendasari pola hidup dan tata cara menjalani kehidupan pada masing-masing etnik ini jelas berbeda antara etnik yang satu terhadap etnik yang lain. Keberbedaan ini menyangkut segenap hal, termasuk pula tentang cara mempersepsi kayu dan memperlakukannya untuk digunakan sebagai material budaya. Masing-masing etnik memanfaatkan kayu sebagai bahan untuk berkegiatan dan bekerja serta berkarya untuk menghasilkan berbagai ragam benda budaya berbahan kayu. Benda-benda budaya berbahan kayu ini dikreasikan sebagai prasarana dan sarana demi mempertahankan hidup dan mengarungi kehidupannya. Oleh karena itu lah, maka dapat dinyatakan bahwa kebudayaan kayu yang mengada pada Kawasan Nusantara ini juga memiliki keragaman yang sangat tinggi. Oleh karena kondisi yang amat sangat kaya itu, maka Kawasan Nusentara disebut sebagai lokus tempat keberadaan Kabudayaan kayu dalam keragamannya yang sangat tinggi dan sangat istimewa.
Pada alinea di atas, disebutkan bahwa masing-masing etnik mempersepsi kayu dan memanfaatkannya sebagai bahan untuk berkarya yang penuh dengan sikap rajin dan tekun untuk menghasilkan begitu banyak ragam dan jenis benda budaya berbahan kayu. Dalam keberagaman yang sangat banyak itu, benda karya budaya berbahan kayu ini dikelompokkan menjadi 15 kelompok. Kelima belas kelompok tersebut meliputi: (1) Rumah Vernakular, (2) Peralatan Pertanian (3) Peralatan Dapur, (4) Perabot Rumah atau Mebel, (5) Jalan dan Jembatan, (6) Bubutan, (7) Sarana Pengangkutan, (8), Permainan Anak, (9) Ukiran, (10) Alat Musik, (11) Topeng, (12) Ukiran, (13) Wayang, (14) Patung, dan (15) Sarana Religi. Setiap kelompok benda karya budaya tersebut sudah tentu mencakup banyak jenis dan varian benda budaya berbahan kayu.
Pada baris pertama di dalam naskah ini, penulis menyatakan bahwa terminologi ini adalah terma baru yang sengaja dikreasi oleh penulis. Penulis ingin menegaskan bahwa terma baru kayu budaya ini sengaja dibuat untuk disandingkan dan dibandingkan dengan kayu industri. Penulis juga ingin menegaskan bahwa, meskipun peruntukkannya sangat berbeda antara satu dengan yang lain, tetapi kayu budaya dan kayu industri seringkali saling beririsan dan tumpang tindih dalam hal pemanfaatan jenis kayu yang digunakan. Jenis kayu jati adalah salah satu contoh di antara berbagai contoh yang lain tentang jenis kayu yang digunakan di dalam kebudayaan kayu dan juga industri kayu. Jati sebagai contoh yang disajikan ini digunakan di dalam kebudayaan kayu untuk menghasilkan benda budaya, seperti ukiran, perabot rumah, rumah vernakular, patung, topeng, sarana religi dan sebagainya. Akan tetapi, pada saat yang sama, kayu jati juga digunakan oleh para pelaku industri kayu untuk menghasilkan berbagai benda industri seperti kapal, perabot rumah, peralatan rumah dan sebagainya.
Pada alinea yang khusus mengulas tentang kondisi kayu budaya dan kebudayaan kayu nusantara saat ini, penulis menyatakan bahwa kondisinya sangat buruk dan menyedihkan. Kehadiran benda budaya berbahan kayu yang beraneka ragam tersebut semakin lama semakin sedikit keberadaannya. Keberadaannya dalam jumlah yang semakin sedikit tersebut lebih banyak disebabkan oleh karena semakin menipisnya kesadaran masyarakat terhadap kehadiran benda budaya berbahan kayu. Menipisnya kesadaran masyarakat ini berakibat pada kurangnya kepedulian terhadap kayu budaya dan kebudayaan kayu. Kepedulian yang terus menerus berkurang ini disebabkan oleh kurang dan bahkan tidak adanya pengetahuan tentang kayu budaya dan kebudayaan kayu. Dalam kondisi demikian ini, keberadaan benda budaya berbahan kayu sudah barang tentu semakin sulit untuk ditemukan. Keberadaan benda budaya berbahan kayu hanya dimiliki oleh para kolektor benda budaya, yang terhitung amat sangat sedikit. Kondisi yang demikian ini memunculkan keprihatinan yang sangat mendalam dan membuat penulis mengistilahkannya dengan “Tuna Budaya Kayu Nusantara”.
Penulis sangat berharap bahwa apa yang diulas dalam artikel kayu budaya dan kebudayaan kayu nusantara ini akan mendorong para pembaca untuk memiliki perhatian yang besar terhadap kayu budaya dan kebudayaan kayu nusantara. Harapan ini didasari oleh kenyataan yang tidak dapat diingkari, yakni bahwa Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara yang demikian sangat kaya dan sangat beragam ini sedang berada di ujung tanduk. Artinya, Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara semakin lama semakin sedikit dan berkurang jumlah kehadirannya. Bila tidak dilakukan upaya-upaya yang bersifat segera dan kongkrit, maka Kayu Budaya dan Kebudayaan Kayu Nusantara akan semakin cepat punah, sehingga benar-benar hilang. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, penulis berencana untuk membuat serangkaian tulisan yang mengulas tentang pengetahuan, ilmu dan teknologi tentang kayu budaya dan kebudayaan kayu nusantara.
Kadirejo, 1 September 2024.
