
Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.
Perintis dan Pengembang Kajian Kayu Budaya Nusantara
Pengantar
Sebagaimana telah diinformasikan dalam naskah yang lalu bahwa sifat fisika bambu menjadi dasar pertimbangan dalam rangka menentukan jenis pemanfaatannya secara tradisional, antara lain bidang kesenian dan transportasi. Di samping itu, telah diinformasikan pula bahwa sifat fisika bambu disajikan dalam dua kali penyajian. Penyajian pertama bertopik sifat fisika bambu yang aspek-aspeknya berkait dengan pemanfaatannya sebagai bahan musik tradisional. Penyajian kedua pada saat ini bertopik sifat fisika bambu yang aspek-aspeknya berkait dengan pemanfaatannya secara tradisional dalam bidang transportasi terutama di air.
Aspek-aspek sifat fisika di bidang transportasi ini meliputi sifat keterapungan, sifat penghantaran panas, sifat penghantaran arus listrik serta warna dan rona. Di samping aspek-aspek sifat fisika, pemanfaatan sebagai alat transportasi tradisional ini juga didukung oleh aspek-aspek fisik bambu. Masing-masing aspek sifat fisika dan sifat fisik bambu ini diuraikan sebagai berikut.
1.Sifat Fisika Benda.
Telah disebutkan, bahwa sifat fisika bahan antara lain meliputi sifat keterapungan, sifat penghantaran panas, sifat penghantaran arus listrik serta warna dan rona. Masing masing sifat ini disajikan sebagai berikut.
1.1.Sifat Keterapungan
Sifat keterapungan disebut juga sifat bouyancy. Sifat keterapungan berkait erat dengan daya apung. Sifat keterapungan suatu benda di dalam suatu cairan dapat dijelaskan melalui dasar teori dan hukum yang ditemukan Achimedes. Oleh karena itu, maka disebut hukum Archimedes.
Archimedes adalah seorang matematikawan dan fisikawan berkebangsaan Yunani kuno yang hidup pada masa sekitar tahun 287 – 212 Sebelum Masehi. Archimedes merumuskan suatu dasar teori bahwa sifat keterapungan suatu benda itu berkaitan dengan perbandingan antara berat jenis benda itu terhadap berat jenis benda cair sebagai media keberinteraksian dengan benda tersebut. Pada umumnya, benda cair yang berkait dengan daya apung adalah air, baik berstatus sebagai air tawar, air payau maupun air laut. Sementara itu, benda yang berinteraksi dengan air ini dapat berupa benda padat, benda cair maupun benda gas.
Selain itu, Archimedes juga merumuskan suatu hukum tentang keberinteraksian dua benda. Hukum ini menyatakan bahwa jika suatu benda diinteraksikan atau dicelupkan ke dalam air, maka benda tersebut akan mengalami gaya ke atas. Besarnya gaya ke atas terhadap benda ini sama dengan berat air yang dipindahkan oleh benda yang dicelupkan tersebut
Berdasarkan Hukum Archimedes ini, maka ada tiga kemungkinan hasil interaksi ini, yakni benda itu akan tenggelam, atau melayang atau mengapung pada media air. Apabila berat jenis suatu benda lebih besar daripada berat jenis air, maka benda itu akan tenggelam. Sementara itu, apabila berat jenis suatu benda sama besarnya terhadap berat jenis air, maka benda itu akan melayang. Sebaliknya, apabila berat jenis suatu benda lebih kecil daripada berat jenis air, maka benda itu akan mengapung. Berat jenis air sebesar 1 gram / cm3
1.2.Sifat Penghantaran Panas
Secara definitive, daya hantar panas pada suatu bahan merupakan kemampuan bahan untuk menghantarkan panas. Perbedaan suhu yang terjadi antara kedua ujung suatu benda digunakan sebagai standar untuk menghukur tinggi rendahnya daya hantar panas pada benda itu.
Hukum fisika yang mendiskripsikan sifat penghantaran panas suatu bahan ditemukan oleh Jean-Baptiste Joseph Fourier. Joseph Fourier adalah seorang matematikawan dan fisikawan berkebangsaan Perancis yang hidup pada tahun 1768-1830. Fourier menemukan konsep dasar penghantaran panas. Fourier mengembangkan persamaan matematika tentang laju aliran panas. Persamaan ini dikenal Hukum Fourier. Hukum Fourier menyatakan bahwa sifat penghantaran panas dipengaruhi empat faktor, yaitu konduktivitas termal (W/mK), luas penampang benda (m²), perbedaan suhu antara dua permukaan benda (K) dan panjang benda (m).
Laju aliran panas (Watt) berbanding lurus terhadap faktor pertama sampai dengan faktor ketiga, tetapi berbanding terbalik terhadap faktor keempat. Dengan demikian, semakin tinggi nilai konduktivitas panas maka semakin tinggi pula laju aliran panas yang melewati benda tersebut. Secara konkrit dapat dikatakan bahwa daya hantar panas dengan satuan W/mK menunjukkan jumlah panas (dalam satuan Watt) yang dapat dialirkan melalui suatu bahan yang berketebalan 1 meter dan perbedaan suhu sebesar satu derajat Kelvin.
1.3.Sifat Penghantaran Arus Listrik
Secara definitive, daya hantar listrik pada suatu bahan merupakan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik sebagai salah satu parameter pendiskripsian sifat fisika bahan ini juga menjadi cerminan terhadap parameter lain yang sifatnya berlawanan dengannya. Parameter yang berkontra ini adalah parameter daya isolator terhadap arus listrik, baik arus listrik searah maupun arus listrik bolak balik
Hukum fisika yang mendiskripsikan sifat penghantaran listrik suatu bahan ditemukan oleh Georg Simon Ohm. Simon Ohm adalah seorang fisikawan berkebangsaan Jerman yang hidup pada tahun 1789-1854. Ohm menemukan konsep dasar penghantaran listrik dan mengembangkan persamaan matematika tentang laju aliran listrik. Persamaan ini dikenal sebagai Hukum Ohm. Sifat Penghantaran listrik dinyatakan dengan terma Daya hantar listrik.
Hukum Ohm menyatakan bahwa Daya hantar listrik dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu tegangan listrik dan hambatan listrik. Besarnya Nilai Daya hantar listri (I) sama dengan tegangan listrik (V) dibagi oleh besarnya hambatan listrik (R). Satuan daya hantar listrik S/m (Siemens per meter) adalah satuan yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. S (Siemens): Satuan daya hantar listrik, yang merupakan kebalikan dari satuan resistansi (Ohm). m (Meter): Satuan panjang.
Daya hantar listrik dengan satuan S/m menunjukkan kemampuan bahan untuk menghantarkan arus listrik per unit panjang. Semakin tinggi nilai S/m, semakin baik kemampuan bahan menghantarkan arus listrik.
1.4. Warna Dan Rona
Secara definitif, warna adalah hasil persepsi penglihatan yang timbul ketika mata manusia menerima pantulan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu yang dipantulkan oleh suatu benda. Warna juga dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk energi berupa cahaya yang memiliki panjang gelombang dan frekuensi tertentu. Berdasarkan definisi itu, maka warna sebagai bagian dari ilmu fisika ini berkaitan dengan tiga aspek, yaitu panjang gelombang, Spektrum cahaya, dan pemantulan atau penyerapan.
Panjang gelombang cahaya merupakan jarak antara dua puncak atau lembah gelombang cahaya yang berdekatan. Panjang gelombang cahaya pada umumnya diukur dalam satuan nanometer (nm). Ukuran panjang gelombang cahaya memiliki rentangan yang sangat lebar, sehingga ada rentangan yang mengakibatkan bahwa cahaya itu dapat dilihat oleh mata. Di samping itu, ada pula rentangan yang mengakibatkan sinar itu tidak dapat ditangkap oleh mata. Cahaya yang dapat ditangkap mata itu melahirkan konsep Spektrum Cahaya.
Di dalam rentang panjang gelombang cahaya yang dapat dilihat mata ini juga memiliki ukuran yang berbeda-beda. Keberbedaan ini akan dipersepsi sebagai warna yang berbeda oleh mata Keberagaman ini melahirkan konsep spektrum warna
Spektrum warna adalah deretan warna yang terbentuk ketika cahaya putih polikhromatis melewati sebuah prisma yang memisahkan cahaya itu menjadi berbagai komponen cahaya monokhomatis. Masing-masing cahaya monokhromatis ini merupakan cahaya yang tampak oleh mata dan memiliki wilayah dimensi panjang gelombang yang berbeda-beda.
Jenis warna monokhromatis dan dimensi panjang gelombangnya dapat disajikan sebagai berikut. Ungu: 380-450 nm, Biru: 450-520 nm, Hijau: 520-570 nm, Kuning: 570-590 nm, Jingga: 590-620 nm, dan Merah: 620-780 nm. Dengan demikian, bentangan panjang Gelombang cahaya yang tampak ini berkisar antara 380-780 nanometer (nm). Penampilan secara bersama berbagai warna monokhromatis itu dikenal sebagai pelangi yang dijembatan-keledaikan sebagai Mejikuhibiniu.
Aspek ketiga adalah Pemantulan dan Penyerapan. Dalam aspek ini, dipahami bahwa suatu benda dapat menyerap panjang gelombang tertentu sekali gus memantulkan panjang gelombang tententu lainnya saat menerima cahaya polikhromatis. Cahaya yang dipantulkan itu kemudian diterima oleh mata dan dipersepsikan sebagai warna tertentu sehingga benda tersebut menimbulkan warna tertentu.
Warna yang diserap oleh mata dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan emosi seseorang Hal ini disebabkan karena warna memiliki efek pada sistem saraf dan otak.Top of Form
2.Sifat Fisika Bambu
Dasar teori sifat fisika bahan di atas digunakan sebagai dasar untuk melihat sifat fisika Bambu. Hasilnya adalah sebagai berikut.
Dalam hal keterapungan, maka bambu memiliki daya apung yang sangat besar. Kemampuan bambu untuk mengapung di dalam media air sangat baik. Dilihat berdasarkan dasar teori sifat keterapungan suatu benda berkaitan dengan perbandingan berat jenis benda itu terhadap berat jenis air. Pembandingannya dapat dijelaskan sebagai berikut. Berat jenis bambu berkisar 0,62 – 0,85 gram/cm3 (Suranto, 1986) sehingga rata-ratanya sebesar 0,74 gram / cm3. Berat jenis ini lebih rendah daripada berat jenis air yang besarnya adalah 1 gram / cm3. Oleh karena itu, bambu akan mengapung pada saat diinteraksikan atau dicelupkan dalam air.
Di dalam buluh bambu itu terdapat udara yang mengada di dalam rongga ruang dalam yang tertutup oleh ruas-ruas bambu. Berat jenis udara adalah 0,0012 gram/cm3. Dengan demikian, maka nilai berat jenis rata-rata antara materi buluh bambu dan udara itu menjadi sangat rendah dibandingkan dengan berat jenis air. Nilai rata-rata ini semakin jauh lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air. Hal ini semakin memperbesar tingkat daya apung Bambu.
Dalam hal sifat daya hantar panas, maka bambu memiliki sifat daya hantar panas yang relatif moderat bahkan relatif sangat rendah dibandingkan dengan bahan lainnya terutama bahan berbasis logam. Sebagai keluarga bahan berlignoselulosa, bambu memiliki Daya Hantar Panas sebesar 0,15-0,30 W/mK (Shan dkk, 2019). Sifat ini membuat bambu menjadi pilihan yang baik untuk isolasi termal dan mengurangi kehilangan panas.
Dalam hal daya hantar arus listrik, maka bambu memiliki sifat daya hantar arus listrik yang relatif rendah. Bambu bersifat tidak konduktif terhadap arus listrik. Hal ini disebabkan karena konduktivitas arus listrik nya hanya sebesar 10-12 hingga 10-10 S/m (siemens per meter). Nilai ini jauh lebih rendah daripada konduktivitas bahan berbasis logam. Sebaliknya, bambu memiliki tahanan arus listrik sebesar 104 hingga 106 ohm meter (Khamwongsam dkk, 2022). Nilai ini jauh lebih tinggi daripada tahanan arus listrik benda-benda lainnya, bapalgi bila dibandingkan dengan logam.
Dalam hal warna dan rona, maka bambu memiliki warna dan rona alami yang sangat beragam. Warna alami tergantung pada jenis dan usia tanaman bambu baik saat sebelum ditebang maupun setelah ditebang. Oleh karena jenis bambu itu sangat banyak dan penebangannya dilakukan pada umur yang berbeda-beda, maka berbagai warna dan rona dapat ditemukan pada bambu.
Berdasarkan jenis bambu, maka keragaman warna dan rona alami bambu meliputi warna-warna khas antara lain sebagai berikut. Warna hitam terdapat pada Bambu hitam (Gigantochloa verticillata). warna merah terdapat pada Bambu merah (Gigantochloa atroviolacea) Warna ungu terdapat pada bambu wulung dan bambu ungu (Gigantochloa robusta). Berdasarkan umur saat ditebang, maka keragaman warna dan rona alami bambu meliputi warna-warna hijau, kuning, coklat, dan abu-abu. Keberpaduan antara jenis dan umur bambu saat ditebang itu mengakibatkan bambu tersedia dalam keragaman warna dan rona yang amat sangat kayu.
3.Pemanfaatan Secara Tradisional Berbasis Sifat Bambu
Berdasarkan sifat fisika bambu yang meliputi daya apung yang tinggi, daya hantar panas yang rendah, daya hantar arus listrik yang rendah serta warna dengan rona yang sangat beragam, maka bambu diplih dan dimanfaatkan secara tradisional oleh berbagai etnik Nusantara sebagai bahan untuk membuat alat transportasi di lingkungan perairan, baik berupa rakit maupun perahu atau sampan. Pemilihan dan pemanfaatannya merupakan kearifan lokal yang didukung oleh sifat geografis lokasi tempat tinggal dan karakter fisik dan morfologi bambu. Secara geografis, Nusantara merupakan wilayah kepulauan dan perairan, sehingga masing-masing etnik bertempat tinggal pada lingkungan yang dilingkupi perairan, baik berupa sungai, danau maupun laut.
Berdasarkan sifat fisik dan morfologinya, bambu sangat mendukung untuk dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alat transportasi perairan. Hal ini didukung oleh lima butir realitas berikut. Pertama, rumpun bambu memiliki habitat yang sesuai untuk berada di lingkungan bantaran sungai atau tepi kawasan perairan lainnya, sehingga bambu mudah diperoleh untuk digunakan pada lokasi tersebut. Kedua, bambu memiliki permukaan dinding luar yang halus dan licin. Kondisi kulit luar ini mempermudah dan memperlancar gerakan bambu pada media air karena gaya gesek dan gaya hambat yang ditimbulkan oleh air terhadap bambu itu menjadi sangat rendah. Ketiga, bambu merupakan material yang ringan. Hal ini disebabkan karena bambu itu berongga pada bagian dalam buluh dan rongga ini berisi udara dalam kondisi terkurung secara ketat oleh ruas / nodia bambu sehingga bambu mudah mengapung. Keempat, bambu sangat mudah untuk dikerjakan dengan menggunakan peralatan pengerjaan tradisional yang sangat sederhana. Hal ini disebabkan oleh keteraturan dalam hal arah serat longitudinal bambu dan struktur anatomi serta teksturnya. Kelima, meski pun ringan, Bambu memiliki kekuatan yang sangat tinggi karena begitu panjangnya ukuran sel-sel penyusunnya dan keberadaan sel sklerenkim pada dinding bagian terluarnya. Hal ini menyebabkan bambu menjadi aman untuk dimuati dan tahan terhadap benturan gaya yang ditimbulkan oleh riak air.
Rakit dan perahu sebagai wujud alat transportasi berbahan bambu akan disajikan secara berurutan. Penyajiannya sebagai berikut.
3.1.Rakit Bambu
Secara definitif, Rakit bambu adalah bangunan yang dibuat dari bambu yang disusun dalam wujud struktur dan konstruksi tertentu. Struktur ini terutama tersusun atas banyak elemen berupa buluh bambu yang disusun secara berdampingan dalam arah membujur. Elemen-elemen membujur ini disatu-padukan oleh beberapa elemen melintang. Eleman melintang iku dikonstruksikan sebagai pemersatu elemen-elemen membujur tersebut. Elemen melintang ini diposisikan pada kedua ujung elemen membujur dan pada beberapa posisi di bagian tengahnya. Penyatu-paduannya dilakukan dengan cara pengikatan yang menggunakan pengikat dari utasan tali bambu pada setiap elemen penyusun rakit tersebut.
Meski pun pemanfaatan utamanya sebagai sarana transportasi, rakit sering juga digunakan sebagai pangkalan terikat untuk melakukan kegiatan mandi dan mencuci di sungai. Rakit bahkan tidak jarang digunakan sebagai sarana untuk meletakkan dan menyimpan berbagai peralatan dalam rangka berkegiatan di lingkungan perairan
Pemanfaatan rakit sebagai sarana transportasi itu berlangsung sejak masa lalu bahkan masih intensif dilakukan pada masa kini. Uraiannya sebagai berikut.
Pada masa lalu, penggunaan rakit bahkan menghasilkan suatu cerita rakyat yang telah melegenda berkait dengan pengabdian dan perjuangan yang penuh dengan rasa suka dan rasa susah pada diri seorang tokoh bernama Jaka Tingkir pada era kerajaan Demak saat diperintah oleh Sultan Trenggono. Perjalanan Jaka Tingkir kembali ke Demak dilakukannya menyusuri Sungai dengan rakit.
Pengalaman Jaka Tingkir dalam menggunakan rakit dikisahkan dalam Babad Tanah Djawi. Dalam kisah ini, dikisahkan bahwa dalam statusnya sebagai prajurit yang telah dipecat oleh kerajaan Demak, Jaka Tingkir dalam kondisi keputus-asaannya melakukan perjalanan kembali ke Kerajaan Demak saat kerajaan ini sedang mengalami kemelut. Perjalanan dilakukan sesuai dengan saran kedua guru spiritualnya untuk mengabdi kembali pada periode pengabdiannya yang kedua. Perjalanan ini dilakukan dengan cara naik rakit menyusuri sungai. Dalam penyusurannya, rakit dalam bahasa jawa disebut “Getek” itu dibantu oleh empat puluh ekor buaya sehingga penyusurannya berlangsung secara lancar dan aman meski lajunya sangat pelan-pelan. Pengalaman ini dikisahkan dan didokumentasikan secara sastrawi dalam bentuk tembang mocopat jenis Megatruh. Lirik mocopat ini tersusun sebagai berikut. “Sigra milir sang gethek sinangga bajul, kawan dasa kang njageni, ing ngarsa miwah ing pungkur, tanapi ing kanan kering, kang gethek lampahnya alon”.
Berkat pengguasaan dalam ilmu bela diri dan kanuragan serta kebijaksanaannya, Jaka Tingkir mencapai kesuksesan besar dalam pengabdian tahap kedua itu, sehingga Jaka Jaka Tingkir berhasil menikahi putri kelima Raja. Jaka Tingkir kemudian diangkat sebagai Bupati di kawasan Pajang. Pada saat itu, Kerajaan Demak mengalami kemelut politik dan pertikaian antar saudara anggota keluarga besar kerajaan dan bahkan berkembang menjadi perang saudara di dalam kerajaan. Kerajaan Demak mengalami perpecahan dan akhirnya runtuh bersamaan dengan wafatnya Sultan Trenggana pada tahun1546. Seiring dengan kondisi tersebut, maka Jaka Tingkir kelahiran Pengging yang adalah putra Kebo Kenanga alias Andayaningrat ini mengembangkan kekuasaannya dari tataran kabupaten menjadi tataran kerajaan. Jaka Tingkir sebagai penguasa tertinggi mengikrarkan nama kerajaan yakni Kerajaan Pajang dan gelar diri, yakni Sultan Hadiwijaya.
Demikian penyajian tentang penggunaan rakit pada masa lalu. Kini tiba gilirannya untuk menjajikan penggunaan rakit pada masa kini sebagai berikut.
Pada masa kini, rakit digunakan di berbagai kawasan yang berstatus sebagai kawasan terluar, terpinggir, terpencil di dalam wilayah Indonesia. Penggunaan dilakukan oleh banyak pihak yang memiliki keragaman dalam berprofesi, baik penjual jasa penyeberangan bahkan ada profesi guru yang berstatus sebagai tenaga honorer.
Surat kabar harian (SKH) Kompas. SKH Kompas sangat sering memberitakan tentang penggunaan rakit ini, salah dua diantaranya adalah penggunaan di Kapupaten Bone Bolango Gorontalo dan di Musi Rawas Utara.
Pada berita bertajuk “Kisah Rakit Bambu yang Setiap Waktu Seberangkan Warga Desa” diberitakan pada Jumat 8/9/2017 bahwa seorangTaufik Kue berusia 26 tahun telah mengoperasikan rakit yang telah berumur 13 tahun untuk menjual jasa penyeberangan bagi masyarakat di Desa Mongiilo Kecamatan Bulango Ulu Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo.
Di samping itu, juga diberitakan pada 18 Januari 2023 tentang seorang Rudi sebagai guru honorer yang dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar itu setiap hari kerja harus diawali dengan sikap berjuang menarik rakit menyusuri sungai untuk mengakut para siswanya menuju ke sekolah di SDN 2 di dusun Karang di Kelurahan Muara Kulam, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan.
Demikianlah penyajian tentang alat transportasi rakit. Penyajian berikutnya tentang perahu sebagai alat transportasi tradisional sebagai berikut.
3.2. Perahu Bambu
Perahu bambu bersinonim dengan sampan bambu. Secara definitif, Perahu bambu adalah bangunan yang dibuat dari bambu yang disusun dalam wujud struktur dan konstruksi tertentu. Struktur ini terutama tersusun atas tiga bagian, yaitu bagian lambung, bagian tiang dan bagian atap. Sebagaimana namanya, lambung sebagai bagian utama ini selalu ada dan terdiri atas komponen kerangka dasar, dinding, haluan dan buritan serta dua sayap. Semua elemen penyusun setiap bagian itu berasal dari buluh bambu, meski pun kadang terdapat elemen balok kayu. Elemen-elemen ini disusun dan disatu-padukan secara struktural sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk yang khas. Perahu dikonstruksi dalam bentuk yang umumnya ramping dan panjang agar dapat melaju cukup cepat pada permukaan air. Ukurannya bervariasi, yakni dari yang kecil berkapasitas satu orang hingga yang besar berkapasitas untuk beberapa orang.
Perahu bambu tradisional banyak digunakan sebagai sarana transportasi sungai, danau, atau laut dangkal di Indonesia. Sebagaimana rakit, perahu uni juga banyak digunakan di daerah pedesaan dan pinggir sungai pada kawasan terluar, terpinggir dan tertinggal di wilayah Indonesia.
Perahu bambu merupakan perkembangan lebih lanjut secara struktural dan arsitektural terhadap rakit bambu. Oleh karena itu, fungsi perahu meliputi dan menambah perluasan serta menyempurnakan seluruh fungsi yang diperankan oleh rakit bambu dalam hal faktor perlindungan, kenyamanan ergonomis dan antropometris.
Sebagai penutup naskah ini, dinformasikan bahwa seluruh aspek pada sifat fisika bambu, terutama sifat daya hantar listrik, daya hantar panas serta sifat rona warna bambu ini sangat strategis posisinya untuk dipertimbangkan dalam penggunaannya sebagai bahan konstruksi bangunan. Sifat-sifat fisika ini akan melengkapi berbagai sifat mekanika bambu untuk dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat konstruksi bangunan berbahan bambu ini semoga dapat disajikan pada penyajian berikutnya menyusul penyajian naskah ini.
Kesimpulan
Dua butir kesimpulan dapat disajikan di sini. Pertama, bambu memiliki sifat fisik dan sifat fisika yang sangat baik untuk mendukung pemanfaatannya sebagai bahan untuk membuat sarana transportasi air. Kedua, berbagai masyarakat etnik penyusun Nusantara memiliki kecerdasan alami dan kearifan lokal serta ketrampilan tinggi untuk memanfaatkan bambu sebagai bahan untuk memenuhi kebutuhannya dalam hal bertransportasi di lingkungan perairan.
Pustaka
Khamwongsa, P., Wongjom, P., Cheng, H. 2022. Significant enhancement of electrical conductivity of conductive cellulose derived from bamboo and polypyrrole. Elsevier Open Access Science direct. Volume 9, October 2022, Sumber: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2666682022000779. Diakses 1 Januari 2025.
Shah, D.U., Konnerth, J., Ramage, M.H. and LaudiaGusenbauer. 2019. Mapping Thermal Conductivity Across Bamboo Cell Walls With Scanning Thermal Microscopy. Scientific Report. Nature Journal. Published: 13 November 2019. Sumber: https://www.nature.com/articles/s41598-019-53079-4. Diakses tanggal 1 Januari 2025
Suranto, Y. 1986. Pengujian Beberapa Sifat Anatomi, Fisika Dan Mekanika Bambu. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Surat Kabar Haria Kompas. Penerbit Kompas Gramedia. Jakarta.