
Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P.
Perintis dan Pengembang Kajian Kayu Budaya Nusantara
Pengantar
Sifat mekanika bambu merupakan sifat dasar yang keempat. Sifat dasar yang pertama sampai dengan ketiga telah disajikan pada saat yang lalu dalam serial naskah bertopik kayu budaya dan kebudayaan kayu nusantara, yakni masing-masing adalah sifat kimia bambu, sifat struktur dan anatomi bambu serta sifat fisika bambu dalam kaitannya dengan pemanfaatan secara tradisional.
Sifat mekanika bambu berkaitan sangat erat dengan pemanfaatannya dalam bidang konstruksi. Pemanfaatan dalam bidang konstruksi sangat beragam yang meliputi konstruksi: perancah, pagar dan tanggul di darat maupun di laut, jalan dan jembatan, mebel atau furniture, rakit dan perahu serta rumah adat tradisional setiap etnik penyusun budaya nusantara.
Naskah ini akan tersusun dari lima sub-bab, yakni (1) sifat mekanika bahan, (2) sifat mekanika bambu, (3) pemanfaatan bambu, (4) pertimbangan pemanfaatan bambu sebagai pagar dan tanggul laut dan (5) kesimpulan. Sub-bab pertama yakni sifat mekanika bahan sebagai basis pemahaman terhadap pemanfaatan bambu dalam bidang konstruksi disajikan pada sub-bab awal sebagai berikut.
1. Sifat Mekanika Bahan
Sifat mekanika bahan mencakup tiga aspek, yaitu aspek kekuatan, kelenturan dan kekerasan bahan. Kekuatan bahan adalah kapasitas atau kemampuan dari suatu bahan dalam hal menahan beban yang membebani bahan itu atau menahan gaya luar yang bekerja pada bahan itu. Kelenturan bahan merupakan karater yang menggambarkan tentang tingkat lentur kakunya suatu bahan. Kelenturan sering disebut elastisitas. Tingkat kelenturan juga sering dilihat secara sebaliknya, yaitu sifat kekakuan bahan. Sementara itu, kekerasan bahan merupakan karakter yang menggambarkan tentang tingkat keras lunaknya suatu bahan. Tingkat kekerasan bahan juga disebut Janka.
1.1. Keragaman kekuatan bahan.
Berdasarkan pada posisi dan arah beban terhadap bahan yang dibebaninya, maka kekuatan suatu bahan dapat dibedakan menjadi lima macam kekuatan, yakni kekuatan-kekuatan: tekan, tarik, geser, belah dan lengkung. Masing-masing jenis kekuatan ini diuraikan sebagai berikut.
Kekuatan tekan adalah kapasitas atau kemampuan dari suatu bahan dalam menahan beban atau gaya yang akan mengurangi ukuran pada arah panjang atau arah longittudinal. Beban atau gaya ini membeban bahan dalam arah sejajar arah serat dan bahan dalam kondisi vertikal pada saat dibebani. Kekuatan tarik benda adalah kapasitas atau kemampuan dari suatu bahan dalam menahan gaya yang bekerja untuk menarik atau memperpanjang dimensi panjang benda itu. Gaya ini bekerja dalam arah sejajar arah serat. Dua arah gaya bekerja dalam kondisi berlawanan antara gaya yang satu terhadap gaya yang lain. Kekuatan geser benda adalah kapasitas atau kemampuan dari suatu bahan untuk menahan beban atau gaya yang bekerja untuk menggeser atau memisahkan satu bahan itu menjadi dua bagian. Gaya ini bekerja dalam arah sejajar arah serat. Beban ini bertumpu pada posisi di bagian tengah bahan tersebut. Kekuatan belah benda adalah kapasitas atau kemampuan dari suatu bahan untuk menahan beban atau gaya yang bekerja untuk membelah secara vertikal bahan. Gaya belah bekerja dalam arah tegak lurus serat. Beban bekerja pada posisi di bagian ujung bahan tersebut. Kekuatan lengkung statik adalah kemampuan atau kapasitas suatu bahan untuk menahan beban atau gaya yang bekerja untuk memelungkungkan benda. Gaya lengkung bekerja dalam arah tegak lurus serat bahan Beban ini bekerja pada posisi di bagian tengah bahan tersebut pada saat bahan tersebut dalam kondisi pendatar yang tersangga pada kedua ujungnya.
Kekuatan bahan dinyatakan dalam satuan besarnya beban atau gaya setiap satuan luas bahan. Dengan demikian, kekuatan dinyatakan dalam satuan kg/cm2 atau Newton per meter persegi (N/m²) atau Pascal (Pa) yang sama dengan 1 N/m².
1.2.Dinamika Interaksi Antara Bahan Dan Beban
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibayangkan ada interaksi antara suatu bahan dengan beban atau gaya yang berasal dari luar bahan itu. Dalam konteks ini, ada tiga titik penting yang menandai dinamika pola interaksi antara keduanya sekali gus menandai kondisi bahan itu berkait dengan status kekuatannya. Ketiga titik itu adalah Titik Nol, Titik Batas Proporsi dan Titik Kekuatan Maksimum. Titik nol adalah kondisi awal suatu bahan saat bahan itu belum atau sama sekali tidak menanggung beban. Titik batas proporsi adalah suatu titik kekuatan penyanggaan suatu beban yang apabila beban itu dilepaskan dari bahan tersebut, makal bahan ini akan kembali ke bentuk semula. Titik batas maksimum adalah suatu titik kekuatan penyanggaan suatu beban maksimum yang mengakibatkan bahan tersebut mengalami kerusakan. Akibat kerusakan ini, maka bahan tersebut akan kehilangan kemampuannya untuk menyangga beban. Dengan demikian, maka bahan itu akan kehilangan kemampuannya untuk menyangga beban. Bahan itu tidak akan berfungsi lagi dalam kaitannya dengan sifat mekanis. Dinamika ini kemudian memunculkan terma Kekuatan pada batas proporsi dan Kekuatan pada batas maksimum bahan.
Berdasarkan konsep dinamika interaksi tersebut, maka muncul suatu hasil pembelajaran bahwa pemberian beban itu perlu diatur dan dibatasi pada besaran tertentu, yakni beban yang besarnya berada pada selang wilayah antara titik beban nol sampai dengan titik beban batas proporsi. Dalam wilayah pembebanan ini, maka apabila beban tersebut dilepaskan dari bahan, maka bahan tersebut akan kembali pada bentuknya yang semula sebagaimana kondisi bahan itu pada saat belum menerima beban. Bahan memiliki kemampuan untuk kembali kepada bentuknya yang semula setelah bahan itu mengalami perubahan bentuk atau deformasi yang dialaminya sebagai akibat dari kondisi menyangga beban.
Sementara itu, pemberian beban di atas titik batas proporsi, maka bahan itu akan mengalami perubahan bentuk atau deformasi yang permanen. Dalam wilayah pembebanan di atas bata proporsi ini ini, maka apabila beban tersebut dilepaskan dari bahan, maka bahan tersebut tidak akan kembali pada bentuknya yang semula. Bahkan pada penambahan beban sampai pada titik maksimum, maka bahan tersebut akan mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, di dalam ilmu mekanika bahan, dikenal ada konsep dua kekuatan bahan, yakni kekuatan pada batas proporsi dan kekuatan maksimum bahan.
Kekuatan pada batas proporsi adalah titik kekuatan yang dimiliki oleh bahan itu yang apabila beban itu dilepaskan dari bahan tersebut, maka bentuk bahan tersebut akan kembali pada kondisi semua sebagaimana pada saat bahan itu belum dibebani. Kekuatan pada batas maksium adalah titik kekuatan maksimum yang dimiliki oleh bahan. Apabila beban sebesar titik maksimum itu diterapkan terhadap bahan, maka bahan tersebut akan mengalami kerusakan permanen. Berdasarkan penjelasan itu, maka dapat dikatakan bahwa Suatu bahan itu memiliki kekuatan atau kapasitas tertentu dalam hal menerima beban atau gaya. Kapasitas ini ditandai oleh dua titik penting, yaitu kapasitas pada batas proporsi dan kapasitas maksimum bahan itu.
1.3.Pengujian Kekuatan Bahan
Kekuatan suat bahan dapat ditentukan berdasarkan pengujian sifat mekanika bahan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin penguji yang disebut Mesin Penguji Kekuatan Umum (Universal Testing Machine). Pengujian dapat dilakukan terhadap bahan dalam bentuknya yang kecil maupun dalam bentuknya yang besar. Pengujian dalam bentuk yang kecil disebut sampling bahan atau sampling scale. Bahan sampel ini dalam kondisi bebas cacat. Sementara itu, pengujian dalam bentuknya yang besar disebut pengujian dalam struktur pemakaian yang riil atau full scale.
Pengujian dilaksanakan berdasarkan Standar pengujian tertentu. Negara-negara maju semisal Amerika Serikat, Jepang, Jerman atau Inggris memiliki standar pengujiannya untuk diterapkan di masing-masing negara itu. Tiga contoh standar pengujian disajikan disini. Standart pengujian Amerika disebut ASTM (American Standard Testing and Material), Enggris disebut BS (British Standard), sedangkan standar pengujian Jepang disebut JIS (Japanese Industrial Standard). JIS merupakan standar industri Jepang yang digunakan untuk mengatur dan memastikan kualitas produk dan material yang diproduksi di Jepang, termasuk pengujian material.
Sebagaimana disebutkan, bahwa di samping kekuatannya, bahan itu secara mekanika juga dikarakterisasi dengan dua karakter yang lain. Kedua karakter itu adalah Kelenturan.
1.4. Kelenturan dan Kekerasan Bahan
Kelenturan merupakan karater yang menggambarkan tentang tingkat lentur-kakunya bahan. Kelenturan sering disebut elastisitas. Tingkat lentur dinyatakan dengan terma modulus lentur atau modulus of elasticity (MoE). Tingkat kelenturan juga sering dilihat secara sebaliknya, yaitu sifat kekakuan bahan.
Sementara itu, kekerasan bahan merupakan karakter yang menggambarkan tentang tingkat keras lunaknya suatu bahan. Tingkat kekerasan bahan juga disebut Janka. Kedua karakter ini diukur melalui cara pengujian yang juga dilakukan dengan menggunakan UTM.
Satuan yang digunakan untuk menyatakan besarnya kelenturan bahan adalah Pascal (Pa), Gigapascal (GPa) atau Megapascal (MPa). Sementara itu, tingkat kekerasan suatu bahan dinyatakan dengan satuan kilogram-force per milimeter persegi (kgf/mm²), atau Newton per milimeter persegi (N/mm²) atau Gigapascal (GPa)
1.5. Prosedur Pengujian
Sampel (contoh-uji) bahan yang memiliki ukuran tertentu disiapkan dan digunakan sebagai obyek untuk diukur kekuatannya. Dalam proses pengujian, bahan ini diberi beban yang semakin lama semakin berat sampai dengan sampel bahan itu menjadi rusak. Kerusakan dapat wujud patah atau pecah. Selama pengujian, perkembangan penambahan beban dan perkembangan perubahan bentuk yang dialami oleh contoh uji tersebut dicatat secara terus menerus selama periode pengujian. Penambahan beban dan perubahan bentuk ini kemudian dibuat grafik yang menggambarkan hubungan antara ketegangan dan regangan. Grafik disebut grafik tegangan dan regangan (stress and strain). Berdasarkan grafik tersebut, maka kekuatan pada batas proporsi dan kekuatan maksimum bahan dapat ditetapkan.
Pemanfaatan berbasis sifat mekanika dilakukan dalam bidang konstruksi atau bangunan. Bidang konstruksi meliputi Perancah, Pagar di darat maupun laut, Perahu dan Rakit, Mebel atau furniture atau perabot rumah tangga, jembatan dan jalan serta .rumah adat etnik setiap etnik penyusun Nusantara.
Manfaat pengukuran kekuatan meliputi tiga hal. Pertama meningkatkan keselamatan bangunan. Kedua, mengurangi risiko kerusakan karena beban dan gaya, Ketiga, meningkatkan kualitas struktur, menghemat biaya perawatan konsruksi. Pemanfaatan bambu yang berkait dengan pembebanan mencakup dua hal utama. Pertama, beban tidak melampaui kekuatan pada batas proporsi bahan itu. Kedua, penerapan faktor keamanan sebagai factor koreksi berkait dengan kondisi ketidak-sempurnaan bahan sebagai elemen bangunan. Ketidak-sempurnaan ini berkait dengan adanya cacat alami yang terkandung pada bahan itu.
2. Sifat Mekanika Bambu
Berdasarkan pada pemahaman tentang sifat mekanika bahan tersebut, maka kini disajikan sifat mekanika yang berfokus pada bambu sebagai bahan atau material budaya. Penyajiannya adalah sebagai berikut.
Bambu sebagai bahan budaya itu memiliki keragaman atau variabilitas dalam hal kekuatannya. Variabilitas kekuatan bambu bersumber dari beberapa faktor, yaitu faktor-faktor: jenis, posisi buluh dalam batang bambu, keberadaan ruas bambu dan wujud bambu dalam pemakian. Dalam hal jenis bambu, diketahui bahwa bambu itu memiliki 186 jenis di Indonesia, antara lain Ampek, Apus, Betung, Ori dan Wulung. Dalam hal posisi buluh di dalam batang bambu, diketahui bahwa buluh bambu di dalam pemakaian itu ada yang berasal dari bagian: pangkal, tengah, atau ujung batang. Dalam hal keberadaan ruas (nodia), diketahui bahwa buluh bambu di dalam pemakaian itu ada tidak beruas dan ada yang beruas. Jumlah ruas pun berbeda-beda pada buluh itu. Dalam hal bentuknya, diketahui bahwa buluh itu ada yang digunakan dalam bentuknya yang bulat silindris, ada yang belahan dan ada pula yang iratan.
Dengan memperhatikan beberapa faktor variabilitas tersebut, data sifat mekanika dari aspek kekuatan dan kelenturan tiga jenis bambu, yakni Ampel, Ori dan Wulung Penyajiannya sebagai berikut. Kekuatan Tekan pada Ampel adalah 3445, Ori sebesar 5706, dan Wulung sebesar 4888 N/cm2. Kekuatan Geser pada Ampel sebesar 458, Ori sebesar 992 dan Wulung sebesar 659 N/cm2. Kekuatan Tarik pada Ampel sebesar 16.362, Ori sebesar 40.923 dan Wulung sebesar 32.739 N/cm2. Kekuatan Lengkung khususnya Modulus patah atau Modulus of rupture (MoR) Ampel sebesar 2845, Ori sebesar 5552, Wulung sebesar 4421 N/cm2. Sementara itu, sifat kelenturan bamboo atau Modulus elastisitas (MoE) Ampel sebesar 92.259, Ori sebesar 117.385 dan Wulung sebesar 126.915131 N/cm2 (Suranto, 1986).
3.Pemanfaatan Bambu Secara Tradisional Di Bidang Konstruksi
Berdasarkan data tersebut, maka terlihat bahwa sifat mekanika bambu itu cukup baik dan bahkan cukup tinggi. Oleh karena itu, bambu sangat lazim untuk dimanfaatkan secara tradisi sebagai bahan konstruksi. Penerapan pada bidang konstruksi, meliputi Perancah, Pagar di darat dan di laut, Tanggul di laut, Mebel atau Furniture, Perahu dan Rakit, jembatan dan jalan, serta rumah adat berbagai etnik di Nusantara.
Dalam konteks Rumah Adat Nusantara, ternyata bahwa seluruh etnik menggunakan bambu sebagai bahan bangunan untuk membangun rumah adat. Beberapa etnik Nusantara dan nama rumah adatnya disajikan sebagai berikut. Etnik Toraja bernama Tongkonan dan Alang. Etnik Minang bernama Gadang, Etnik Sunda bernama Rumah Jolopong, Rumah adat Badui bernama Sulah Nyanda, Etnik Jawa bernama Panggang Pe jenis empyak setangkep, gedang selirang, dan gedhang setangkep, atau Rumah Kampung jenis Gajah Ngombe. Etnik Bali bernama Bale manten dan Klupu Jineng. Etnik Sasak berna Bale Jajar dan Bale Lumbung.
Berdasarkan diskripsi itu, terlihat bahwa cakupan pemanfaatan sangat luas terhadap Bambu sebagai material budaya. Oleh karena itu, maka penyajiannya akan dilakukan secara satu per satu. Pada naskah saat ini, penyajian difokuskan pada pemanfaatannya sebagai perancah, pagar di laut dan tanggul laut. Sebagaimana diketahui, bahwa pagar laut di Tangerang dan Tanggul laut di Bekasi sedang pendapatkan perhatian meluas dari memunculkan pendapat publik yang kontroversi. Pemanfaatan lainnya akan disajikan secara bertahap pada naskah berikutnya yang unggahannya diharapkan dapat menyusulnya. Pemanfaatannya sebagai perancah disajikan sebagai berikut.
3.1. Pemanfaatan Bambu Sebagai Perancah.
Perancah adalah peralatan yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan, dan alat-alat pada pekerjaan konstruksi bangunan. Dengan demikian, perancah merupakan alat bantu dalam proses pekerjaan konstruksi pada bangunan gedung yang proses pekerjaannya telah mencapai ketinggian 2 meter. Pekerjaan konstruksi yang telah mencapai ketinggian 2 meter itu tidak dapat dijangkau lagi oleh pekerja bangunan. Perancah dikenal dengan terma scaffolding atau steger.
Penerapan lebih detil bambu sebagai elemen konstruksi perancah dapat dijelaskan dari aspek mekanika sebagai berikut. Kekuatan tekan bambu mendukung fungsinya sebagai elemen tiang atau kolom perancah. Kekuatan tarik bambu mendukung fungsinya sebagai pengikat diagonal antar elemen tiang. Kekuatan geser bambu mendukung fungsinya sebagai titik konektor pada penyambungan antar dua elemen perancah. Kekuatan belah bambu mendukung fungsinya sebagai tiang atau kolom yang ujungnya berwujud kowakan (mortis) yang menjadi titik tumpuan oleh elemen mendatar buluh bamboo. Kekuatan lengkung bambu mendukung fungsinya sebagai elemen yang digunakan sebagai belandar atau elemen mendatar perancah. Dalam rangka memberikan diskripsi secara visual, maka foto perancah dalam strukturnya yan sederhana, maka sebuah foto perancah dilampirkan pada naskah ini.
3.1.Pemanfaatan Bambu Sebagai Pagar Di Laut
Pemanfaatan bambu sebagai elemen membuat pagar di laut merupakan hal yang wajar. Meski demikian, pemanfaatannya di kawasan Pantai Indah Kosambi 2 (PIK 2) di lepas pantai laut Tangerang mengundang polemik nasional, Hal ini disebabkan karena empat alasan berikut.
Pertama, pagar ini memiliki besaran yang luar biasa panjangnya, yakni sepanjang 31,6 km. Kedua, pagar ini tidak diketahui oleh enam institusi pemerintah yang bertanggung-jawab terhadap kondisi dan keamaman kelautan tentang siapa pihak yang membuat dan membangun pagar yang sangat panjang ini. Ketiga, pagar dibuat dengan menyertakan elemen paranet dan anyaman bambu serta pemberat berupa karung yang berisi pasir laut (Kompas, 2025). Dengan demikian, aliran air laut akan terganggu dan lalu-lintas biota laut tidak dapat terselenggara secara bebas alamiah antara bagian lepas laut dan bagian tepi pantai, sehingga mengganggu stabilitas biologis ekosistem perairan luat. Keempat, masyarakat nelayan yang penghidupannya bersumber dari aktivitas secara bebas pemanfaatan secara tradisional terhadap kawasan laut ini menjadi terganggu dan bahkan tercekal dan tercerabut sebagai akibat dari dua realitas sebagaimana yang tersajikan pada alasan pertama dan alasan ketiga ini.
3.2.Pemanfaatan Bambu Sebagai Tanggul Laut
Pemanfaatan bambu sebagai elemen konstruksi berupa tanggul laut itu juga merupakan hal yang sangat lazim. Hal ini terjadi di berbagai kota pantai, antara lain di Gresik, Demak, Pemalang, Kendal, Tanggul laut dibuat oleh komunitas masyarakat pesisir dimaksudkan untuk melindungi pantai dari abrasi pantai dan pesisir yang diakibatkan oleh gempuran gaya gelombang air laut, Di samping itu, tanggul laut dalam ukuran yang kecil semisal 10 m panjangnya juga dibuat dalam rangka untuk melindungi bibit pohon jenis bakau, avicenia dan bruguiera yang sedang di tanam di kawasan hutan mangrove. Pohon-pohon yang masih berada pada tahap anakan atau seedling ini perlu dilindungi agar proses pertanaman dan tahap establishment dapat diupayakan secara baik agar masa penanaman dan reboisasinya berhasil.
Meskipun demikian, Pembangunan tanggul laut sepanjang 8 km di lepas pantai di Bekasi juga menimbulkan polemik dalam dua minggu terakhir ini menyertai polemik keberadaan pagar laut di PIK 2. Polemik ini timbul sebagai akibat dari situasi dan kondisi yang hampir sama dengan situasi dan kondisi yang mengatributi dan melekat pada pagar laut di pantai PIK 2
4. Pertimbangan Pemanfaatan Bambu Sebagai Pagar Dan Tanggul Laut
Pemanfaatan bambu secara tradisional sebagai pagar dan tanggul laut dilakukan berdasarkan tiga aspek alasan, yakni alasan aspek mekanis dan alasan aspek ekonomis dan alasan aspek ekologis. Masing-masing aspek tersebut disajikan sebagai berikut.
Berdasarkan aspek mekanis, pemanfaatan bambu didukung oleh empat realitas.berikut. Pertama, kekuatan lengkung statik bambu cukup kuat untuk menahan gaya gelombang air yang bekerja secara tegak lurus terhadap buluh bambu sebagai elemen tiang pagar. Kedua, kekuatan tekan bambu cukup kuat untuk menahan gaya beban vertikal yang bekerja pada buluh bambu yang berperan sebagai elemen tiang-tiang vertikal pagar. Gaya beban berasal dari pasir laut yang digunakan sebagai bahan pengurukan pada ruang yang tercipta di antara dua deretan dinding pagar. Ketiga, kekuatan tarik bambu cukup kuat untuk menahan gaya pengikatan diagonal antara dua buluh bambu yang berfungsi sebagai elemen pengikat dua tiang yang saling berdampingan. Keempat, bambu memiliki derajat kelenturan sangat baik dibandingkan dengan material jenis lainnya sehingga gerakan penggoyangan yang ditumbulkan oleh gelombang laut itu dapat diredam secara sangat baik.
Berdasarkan aspek ekonomis, pemanfaatan bambu didukung oleh empat realitas.alasan berikut. Pertama, pengadaan bambu dapat dilakukan secara lebih mudah, lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan material lainnya, baik kayu, beton maupun logam. Kedua, bambu terbebas dari efek kerusakan bahan yang disebabkan oleh efek korosi yang diakibatkan oleh mekanisme interaksinya dengan garam natrium khlorida yang dikandung dalam air laut. Dengan demikian, bambu tidak akan kerusakan korosif dibandingkan terhadap bahan berferrum, baik berjenis logam besi maupun baja. Bahan alami penyusun kimiawi bambu yang adalah selulosa dan lignin itu tidak akan mengalami degradasi pada saat berinteraksi dengan air laut, bahkan air laut akan berefek memperpanjang umur pakai bambu karena air laut berperan sebagai bahan pengawet bagi buluh bambu. Ketiga, air laut yang asin berperan sebagai larutan pengawet yang efektif bagi bambu, sehingga bambu dalam pemanfaatan di lautan akan lebih awet dibandingkan dengan bambu yang sama dalam pemanfaatannya di daratan. Udara yang melingkupi bambu dalam pemakaiannya di darat justru sering berperan sebagai agen pendegradasi bamboo karena perubahan yang ritmik kondisi udara antara panas dan dingin serta antara lembab dan kering. Dengan demikian, bambu menjadi lebih awet pada saat dimanfaatkan di lingkungan perairan laut dan dibandingkan dengan pemanfaatannya di lingkungan daratan. Keempat, pengadaan bambu lebih mudah untuk dihadirkan dalam lingkungan perairan laut serta beaya penanganan dam akomodasinya juga lebih murah dibandingkan dengan jenis material bahan bangunan yang lain.
Berdasarkan aspek ekologis, pemanfaatan bambu didukung oleh tiga realitas alasan berikut. Pertama, bambu merupakan bahan yang bersifat ramah lingkungan (green material). Apabila masa pakainya berakhir, maka material polimer selulosa dan lignin penyusun buluh bambu akan terurai kembali menjadi komponen-komponen kimia dasar berupa berbagai bahan kimia turunan monomer karbohidrat. Berbagai monomer karbohidrat yang memiliki derajat polimerisasi sangat rendah ini bersifat tidak mencemari lingkungan perairan. Di samping itu, karbohidrat juga tidak tersifat toksit terhadap binatang dan biota laut. Kedua, berbagai turunan karbohidrat hasil degradasi bambu ini justru menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis makhuk yang hidup di lingkungan perairan. Dengan demikian, berbagai biota ini mendapatkan sumber makanannya secara lebih mudah sehingga biota mampu berkembang biak dan mengalami pertumbuhan lebih baik dan oleh karenanya tersedia dalam kondisi berkelimpahan. Mata rantai pasokan makanan dan energi pun dapat bergulir secara siklis di dalam ekosistem perairan. Dipahami bahwa binatang dan biota luat memiliki diversitas yang sangat tinggi, baik yang berjenis tetumbuhan, antara lain planton, ganggang dan rumput laut. maupun yang berjenis binatang, antara lain berbagai jenis ikan, kerang, dan siput serta cacing laut. Ketiga, ketersediaan secara berkelimpahan berbagai ikan dan biota laut ini pada gilirannya akan mempermudah regenerasi sumber daya hayati perairan yang menjadi sumber penghasilan bagi para komunitas masyarakat yang menggantungkan sumber penghasilan demi menyangga kehidupannya dari lingkungan perairan. Para komunitas ini sangat beragam, baik yang berprofesi sebagai petani rumput laut, dan nelayan ikan tangkap maupun peternak pembudidaya ikan di kawasan pesisir, bahkan para pembudidaya kerang penghasil Mutiara sebagai elemen sangat berharga dalam pembuatan perhiasan yang menjadi elemen strategis dalam dunia fashion dan kecantikan.
5.Kesimpulan
Berdasarkan beberapa uraian di atas, beberapa butir kesimpula dapat disarikan sebagai berikut. Pertama, bambu memiliki sifat mekanika yang sangat baik. Kedua, sifat tersebut dibersamai oleh kemudahan pengadaannya mengakibatkan bambu merupakan bahan terpilih untuk dimanfaatkan secara tradisional sebagai elemen untuk membangun berbagai konstruksi bangunan, baik di darat maupun di laut. Ketiga, pemanfaatannya sebagai elemen untuk mengkonstruksi bangunan pagar dan tanggul di kawasan perairan laut sangat sesuai dengan karakter alaminya.
Pustaka
Suranto, Y. 1986. Pengujian Beberapa Sifat Anatomi, Fisika Dan Mekanika Bambu. Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Surat Kabar Harian Kompas. 2025. Pe